Kedudukan saksi dalam talak dan rujuk: Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini berpasang-pasangan. Dengan konsep tersebut, diharapkan di dalam suatu rumah tangga muncul suatu ketenangan, keharmonisan dan kebahagiaan.
Dalam suatu permasalahan rumah tangga, tidak ada satu pun orang yang ingin menyelesaikan dengan cara yang sulit, yaitu dengan cara berpisah. Apapun dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga. Dengan tujuan agar rumah tangga tidak pecah.
Namun, jika berpisah adalah jalan satu-satunya, ya mau bagaimana lagi. Talak terkadang dilakukan ketika suami tidak mampu mengontrol perkataannya, walaupun terkadang rujuk juga tetap ingin dilakukan.
Berikut kami jelaskan mengenai kedudukan saksi dalam talak dan rujuk menurut jumhur Ulama’ dan Imam Syafi’i. Selamat membaca, semoga bermanfaat.
Pengertian Singkat Mengenai Saksi, Talak dan Rujuk
Sebelum mengetahui kedudukan saksi dalam talak dan rujuk, ada baiknya ketahui dahulu pengertian singkat mengenai saksi, talak dan rujuk.
RUJUK
Secara bahasa saksi berasal dari kata syahada yasyhudu syahaadah yang berarti berita pasti. Namun, istilah kesaksiaan dalam kitab fiqih cenderung berasal dari kata musyahadah yang artinya melihat dengan mata kepala. (Louis Ma’luf al-Yassu’i, al-Munjid fi al-Lughah Wa al-A’lam, (Beirut: Daar al-Masyriq, 1986), Cet Ke17, h. 406)
Secara istilah, kesaksian atau syahadah menurut syara’ adalah Pemberitahuan yang dapat dipercaya untuk menetapkan kebenaran dengan kata kesaksian dalam majlis hakim. (Ibn al-Himmam, Fath al-Qadir, (Beirut: Dar al–Kutub al-Ilmiyah, t.h), Juz VI, h. 2)
TALAK
Secara bahasa, talak artinya melepas ikatan. Sedangkan secara istilah, talak adalah melepas ikatan perkawinan dengan lafad talak atau yang semakna, atau menghilangkan ikatan perkawinan dengan seketika atau rentang waktu jarak tertentu dengan menggunakan lafad tertentu.
Singkatnya, talak satu dan stalak dua merupakan talak yang masih dapat dirujuk atau nikah kembali. Sedangkan talak tiga adalah talak yang tidak dapat dirujuk kembali maupun suami istri kawin kembali, sebelum mantan istri kawin dengan orang lain dan kemudian bercerai dengan orang lain tersebut.
Anda sedang membaca Kedudukan Saksi Dalam Talak dan Rujuk. Baca juga:
RUJUK
Secara bahasa, rujuk berasal dari kata raja’a – yarji’u – ruj’an yang berarti kembali dan mengembalikan (Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2008), h. 285).
Secara istilah, dalam hukum Islam, para fuqaha’ mengenai istilah “ruju” dan istilah “raj’ah” memiliki makna yang sama. Rujuk dalam pengertian fiqh menurut al-Mahalli adalah kembali ke dalam hubungan pernikahan dari cerai yang bukan talak bain, selama masa iddah.
Walaupun dengan redaksi yang berbeda, Ulama empat madzhab bersepakat bahwa definisi rujuk adalah kembalinya suami kepada istri yang dijatuhi talak satu dan atau dua, dalam masa iddah dengan tanpa akad nikah yang baru.
Tanpa melihat apakan istri mengetahui rujuk suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak. Rujuk pada masa itu dapat dilakukan dengan alasan bahwa istri selama masa iddah tetap menjadi milik suami yang telah menjatuhkan talak tersebut kepadanya.
Setelah mengetahui pengertian singkat mengenai saksi, talak dan rujuk, mari kita bahas informasi mengenai kedudukan saksi dalam talak dan rujuk.
Kedudukan Saksi dalam Talak dan Rujuk
Ulama memberikan perbedaan antara kedudukan saksi dalam talak dan rujuk. Lalu, jumhur Ulama mengatakan bahwa kedudukan saksi dalam talak itu tidak harus ada. Namun, ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan saksi dalam rujuk.
1. Kedudukan Saksi dalam Talak
Menurut jumhur ulama salaf dan khalaf, talak boleh dijatuhkan oleh suami tanpa adanya saksi (tanpa persaksian). Karena, talak merupakan hak penuh untuk suami, dan Allah juga memberikan hak talak tersebut untuk seorang suami.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT pada surat at-Talak ayat 2 yang berbunyi:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا۟ ذَوَىْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا۟ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا
Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Menurut Imam Abu Hanifah, kesaksian dalam talak dan rujuk sesuai dengan surat at-Talaq ayat 2, hukumnya adalah sunnah. Dan menurut Imam Syafi’i pada surat al-Talaq ayat 2 tersebut, hukum talak adalah sunnah dan rujuk adalah wajib. (Ahmad Mustafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, terj. Anshari Umar Sitenggal, et. al., (Semarang: Toha Putera, 1989), jilid 28, h. 236.)
Menurut Imam Syafi’i, rujuk disunnahkan agar ada saksi atau persaksian dengan tujuan agar tidak menimbulkan kebohongan antara keduanya.
Madzhab empat menyatakan bahwa talak tiga tetap sah jika dijatuhkan dengan sekali ucapan. Selain itu, madzhab empat tersebut juga tidak mensyaratkan adanya saksi dalam talak. (M. Jawad Mugniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 1996), h. 451)
Anda sedang membaca Kedudukan Saksi Dalam Talak dan Rujuk. Baca juga:
Pengertian Pembuktian Hukum Acara Perdata
2. Kedudukan Saksi dalam Rujuk
Rujuk dapat dilakukan ketika suami masih melakukan talak satu atau dua. Karena, kedua talak tersebut tidak melepas status perkawinan suami istri, yang berbeda dengan talak tiga (talaq ba’in).
Ulama bersepakat bahwa keberadaan seorang saksi dalam perceraian itu hukumnya sah jika tidak ada (tidak diharuskan ada). Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nail al-Authar oleh Imam Asy-Syaukani.
Kewajiban keberadaan seorang saksi dalam rujuk masih terjadi perselisihan pendapat antara para Ulama. Adapun pendapat yang rajih, saksi dalam rujuk tidak wajib ada. Dan jika saksi itu ada, maka akan lebih baik.
Kemudian, Ulama yang tidak mewajibkan seorang saksi berbeda pendapat mengenai tata cara rujuk tersebut. Ada yang berpendapat bahwa cukup dengan berhubungan suami istri, ada yang harus dengan niat rujuk, ada pula yang harus dengan ucapan dan niat rujuk.
Adapun pendapat yang kuat mengatakan bahwa rujuk hukumnya sah jika suami istri melakukan dan perkataan yang menunjukkan rujuk, seperti melakukan hubungan suami istri dan ucapan rujuk.
Terlepas dari hal tersebut, beberapa orang mengutarakan bahwa jika orang-orang Islam harus melakukan langkah-langkah yang kompleks ketika akan melaksanakan rujuk, dikhawatirkan orang yang berniat rujuk menjadi tidak jadi.
Namun di sisi lain, jika rujuk tidak diiringi dengan saksi atau kesaksian, dikhawatirkan juga antara kedua suami istri akan melakukan kebohongan dengan perujukkannya tersebut. hal ini sesuai derngan pendapat Imam Syafi’i.
Demikianah informasi mengenai Kedudukan Saksi Dalam Talak dan Rujuk Menurut Para Ulama. Untuk lebih jelasnya, berikut salah satu skripsi yang membahas pertanyaan tersebut, agar penjelasannya lebih lengkap. Terima kasih.
Keberadaan Saksi Ketika Pengucapan Talak Menurut Ulama Jumhur Dan Syiah
Posting Komentar